Sudah lama dan sudah sering terdengar banyak orang, orang Minang sendiri atau orang dari suku-suku lain, bertanya: mengapa nama restoran/rumah makan yang menjual kuliner Minangkabau di luar Sumatera Barat disebut “restoran Padang” atau “rumah makan Padang”? Kita tidak pernah mendapat jawaban pasti atas pertanyaan itu. Kerap penjelasan yang terdengar hanyalah: istilah “Padang” dalam penamaan itu dipakai dalam konteks gaya bahasa pars pro toto (pengungkapan sebagian dari objek untuk mengungkapkan seluruh objek).
Kali ini rubrik Sumbar Tempo Dulu menurunkan sebuah bukti historis-empiris yang mungkin dapat menjelaskan asal muasal penamaan “restoran Padang” itu. Bukti itu adalah sebuah iklan tentang masakan Minangkabau di Cirebon dari tahun 1937. Iklan tersebut dimuat selama beberapa bulan di harian Pemandangan terbitan Batavia. Foto iklan itu kami turunkan di sini, dengan tulisan sebagai berikut:
“BERITA PENTING! Kalau toean2[,] njonja2 dan soedara2 djalan2 di Cheribon[,] djika hendak makan minoem jang enak, sedap rasanja, bikinan bersih mendjadi poko[k] kesehatan, silahkanlah datang ke: PADANGSCH-RESTAURANT “Gontjang-Lidah” [beralamat di] Pasoeketan 23 Cheribon. Dan djoega ada sedia anggoer tenaga boeat orang lemah, bikin tjahja moeka[,] mensehatkan badan[,] mengoeatkan pentjernaan, menimboelkan tenaga baroe dengan lekas d.l.l. Tjobalah[,] rasanja enak[,] per glas f 0,25. Bibitnja anggoer Tenaga[,] 1 botol besar f 2,50. Selama keramean Moeloedan di Kanoman, kami ada boeka stand. Datang rame2 kesanah. Wassalam dan hormat, Eigenaar, B. Ismael Naim”.
Iklan ini adalah sebuah bukti langka. Sudah ratusan koran tua saya baca, sejak dari PNRI Jakarta sampai British Library London, tapi baru kali ini saya menemukan iklan tentang masakan Minangkabau. Ada beberapa catatan yang dapat dikemukakan setelah membaca redaksi iklan di atas: 1) sangat mungkin kata “Padangsch-Resrtaurant” merupakan arketip dari istilah “restoran Padang” yang dikenal di rantau-rantau orang Minang di zaman sekarang. Jadi, istilah itu rupanya terkait dengan pemakaian bahasa Belanda di zaman kolonial: para perantau Minang pada masa itu memakai istilah “Padangsch-Restaurant” untuk menyebut masakan Minangkabau yang mereka jual; 2) Iklan ini menyebutkan bahwa Restoran Padang Goncang Lidah ada di Cirebon. Ini menandakan bahwa pada tahun 1930-an perantau Minang sudah menyebar di Pulau Jawa, tidak hanya di kota-kota besar seperti Batavia dan Bandung, tapi juga kota-kota kecil seperti Cirebon; 3) Rupanya restoran Padang pada waktu itu, seperti Restoran Goncang Lidah ini, juga menyediakan minuman anggur. Kini jarang kita menemukan minuman anggur atau bir di restoran Padang; 4) penamaan restoran Padang yang rada bombastis seperti “Goncang Lidah”, “Goyang Lidah”, dll., rupanya sudah sejak dulu ada; 4) Nama pemilik (eigenaar) restoran ini adalah B. Ismael Naim. Agaknya ia berasal dari daerah Bukittinggi, siap tahu sekampung dengan Dr. Mochtar Naim.
Demikianlah sedikit catatan historis yang mungkin dapat membantu kita menduga-duga dari mana sebenarnya datangnya istilah “restoran Padang” atau “rumah makan Padang” yang dikenal luas sekarang ini.
Sumber foto: harian Pemandangan, Djoemaat , 28 Mei 1937
0 Comments
EmoticonEmoticon