TRADISI BURU BABI (KONDIAK) tampaknya sudah lama membudaya di Minangkabau. Barangkali tradisi ini diperkenalkan oleh para pejabat lapangan Belanda di zaman kolonial. Sebab agak aneh bahwa dalam masyarakat Minangkabau yang terkenal Islami, babi yang haram hukumnya dalam Islam, diburu-buru dengan memakai anjing yang juga diharamkan dalam Islam. Anjing dibelai-belai, lebih daripada membelai istri, seperti terefleksi dalam cerpen Yusrizal KW, Ayah Anjing (2001). Kadang-kadang di beberapa nagari di Minangkabau acara buru babi ini diadakan selepas Jumatan.
Di zaman kolonial biasanya pada akhir pekan atau waktu senggang para pejabat lapangan Belanda, seperti Tuan controleur, pergi berburu binatang. Masyarakat setempat kadang-kadang diajak turut serta (jika kebetulan si pejabat Belanda itu dekat dan disenangi oleh penduduk). Ada kalanya hanya beberapa orang penduduk pribumi saja yang mengikutinya ke hutan, misalnya para centengnya. Ada banyak foto klasik tersimpan di Belanda sekarang yang menggambarkan kegiatan hunting sport para pejabat kolonial Belanda itu. Binatang yang diburu bermacam-macam jenisnya: babi, rusa, harimau, gajah, kerbau liar, dll.
Di zaman kolonial biasanya pada akhir pekan atau waktu senggang para pejabat lapangan Belanda, seperti Tuan controleur, pergi berburu binatang. Masyarakat setempat kadang-kadang diajak turut serta (jika kebetulan si pejabat Belanda itu dekat dan disenangi oleh penduduk). Ada kalanya hanya beberapa orang penduduk pribumi saja yang mengikutinya ke hutan, misalnya para centengnya. Ada banyak foto klasik tersimpan di Belanda sekarang yang menggambarkan kegiatan hunting sport para pejabat kolonial Belanda itu. Binatang yang diburu bermacam-macam jenisnya: babi, rusa, harimau, gajah, kerbau liar, dll.
Foto klasik kali ini menampilkan acara berburu babi (kondiak) yang kini mentradisi dalam masyarakat Minangkabau. Judulnya Een jacht op wilde varkens boven Fort de Kock (Acara berburu celeng liar di atas Fort de Kock), tepatnya di daerah Tilatang. Foto berukuran 18×22 cm. ini dibuat oleh Jean Demmeni tahun 1911 dan diproduksi dengan teknik fotolithographie oleh Winkel Maatschappij Paul Bumer & Co. di Padang. Tercatat kolektor awal foto ini adalah Meneer Barendrecht dari Antiquariaat Batavia.
Cukup gagah dan sangar juga para pemburu kondiak di zaman lampau. Dalam foto di atas kelihatan gaya pakaian yang berbeda antara pejabat Belanda dan para pembantu pribuminya. Mereka memakai baju yang agak bagus, bersepatu dan bertopi. Para pengikut pribumi kebanyakan berdestar dan bertelanjang kaki. Senjata yang dipakai adalah bedil dan tombak. Beberapa ekor anjing juga digunakan untuk berburu babi, seperti yang masih dapat dikesan sampai sekarang. Tak tahu, diapakan babi yang berhasil dibunuh ini. Mungkin babi itu dibawa pulang oleh para pejabat Belanda itu untuk dimasak. Jika diinap dimenungkan, baik penjajah Belanda itu maupun babi yang mereka buru sama-sama berstatus hama bagi kemanusiaan. Jadi, wajar jika bangsa Indonesia mengusirnya dari negeri mereka.
Cukup gagah dan sangar juga para pemburu kondiak di zaman lampau. Dalam foto di atas kelihatan gaya pakaian yang berbeda antara pejabat Belanda dan para pembantu pribuminya. Mereka memakai baju yang agak bagus, bersepatu dan bertopi. Para pengikut pribumi kebanyakan berdestar dan bertelanjang kaki. Senjata yang dipakai adalah bedil dan tombak. Beberapa ekor anjing juga digunakan untuk berburu babi, seperti yang masih dapat dikesan sampai sekarang. Tak tahu, diapakan babi yang berhasil dibunuh ini. Mungkin babi itu dibawa pulang oleh para pejabat Belanda itu untuk dimasak. Jika diinap dimenungkan, baik penjajah Belanda itu maupun babi yang mereka buru sama-sama berstatus hama bagi kemanusiaan. Jadi, wajar jika bangsa Indonesia mengusirnya dari negeri mereka.
sumber:
Suryadi Leiden, Belanda.
(Sumber foto: Souvenir der Padangsche Bovenlanden. Padang: Winkel Mij. v/h P. Baumer & Co, 19xx: foto no.15).
(Sumber foto: Souvenir der Padangsche Bovenlanden. Padang: Winkel Mij. v/h P. Baumer & Co, 19xx: foto no.15).
1 Comments:
EmoticonEmoticon