Dalam artikelnya yang baru terbit tentang mesin jahit di zaman Hindia Belanda (Modern Asian Studies 46,1, 2012:71-95) Jean German Tailor berhujah bahwa foto-foto klasik tentang kesasksian dari kamera kolonial adalah bahan-bahan yang penting untuk merekonstruksi sejarah sosial. Agaknya pernyataan itu tidaklah berlebihan sebagaimana dapat pula kita refleksikan pada foto klasik tentang Minangkabau yang diturunkan dalam rubrik ‘Minang Saisuak’ kali ini.
Foto yang kami sajikan kali ini merekam dua pasang pengantin yang kemungkinan berasal dari Solok Selatan. Jenis foto studio yang aslinya berukuran 16,2×20,4 cm. ini dibuat sekitar tahun 1892-1905. Penganten wanita memakai pakaian yang cukup unik juga: sarungnya dari songket yang dipadankan dengan baju panjang yang bahannya kelihatan sangat menarik. Perhiasan galang gadang di lengan dikuncir dengan gelang kecil. Di dada kedua anak daro tergantung beberapa lapis kalung besar yang tampaknya terbuat dari sejenis logam yang berbentuk bulat. Suntingnya berada agak di belakang kepala, agak mirip dengan sunting pengantin dari daerah rantau Pariaman, meskipun kelihatan kurang ramai. Penganten wanita ini juga memakai selop yang cucup unik bentuknya.
Penganten laki-laki tampil dengan model pakaian yang tampaknya sudah dipengaruhi pula oleh busana Barat, terutama celana pantalon dan sepatu yang mereka kenakan. Ini mengesankan sifat budaya Minangkabau yang cukup luwes mengadopsi unsur-unsur budaya dari luar. Seluar songketnya dan juga baju memiliki motif yang cukup unik juga. Sedangkan hiasan kepala bentuknya cukup khas, yang berbeda dengan tempat lain di Minangkabau. Berbeda dengan orang Jawa yang menaruh keris di pinggang (bagian belakang badan), orang Minangkabau menaruhnya di perut (bagian depan). Jadi, lebih mudah mencabutnya bila diperlukan. Tapi, ini mungkin juga representasi fisikal orang Minang yang berkarakter emosional dan cenderung mengambil sikap antagonis dalam berpendapat. Memang sampai sekarang orang Minangkabau bisanya sama-sama bekerja konon tapi sulit bekerjasama.
Penganten laki-laki tampil dengan model pakaian yang tampaknya sudah dipengaruhi pula oleh busana Barat, terutama celana pantalon dan sepatu yang mereka kenakan. Ini mengesankan sifat budaya Minangkabau yang cukup luwes mengadopsi unsur-unsur budaya dari luar. Seluar songketnya dan juga baju memiliki motif yang cukup unik juga. Sedangkan hiasan kepala bentuknya cukup khas, yang berbeda dengan tempat lain di Minangkabau. Berbeda dengan orang Jawa yang menaruh keris di pinggang (bagian belakang badan), orang Minangkabau menaruhnya di perut (bagian depan). Jadi, lebih mudah mencabutnya bila diperlukan. Tapi, ini mungkin juga representasi fisikal orang Minang yang berkarakter emosional dan cenderung mengambil sikap antagonis dalam berpendapat. Memang sampai sekarang orang Minangkabau bisanya sama-sama bekerja konon tapi sulit bekerjasama.
sumber: Suryadi – Leiden, Belanda. (Sumber foto: Tropenmuseum, Amsterdam).
0 Comments
EmoticonEmoticon