MONUMEN A.V. MICHIELS dulunya terletak di Taman Michiels (Michielsplein) atau di sekitar Taman Melati sekarang. Dulunya Michielsplein adalah salah satu tempat pelesiran terkenal di kota Padang. Monumen ini dibuat untuk mengenang kepahlawanan Mayor Jendral Michiels (tentu saja menurut kacamata Belanda) atas jasa-jasanya menumpas pemberintakan Kaum Padri di Minangkabau. Di sebelah kanan adalah lukisan Michiels yang dibuat oleh C. W. Mieling tahun 1850.
Andreas Victor Michiels adalah seorang pimpinan tentara Belanda yang banyak terlibat dalam tahap akhir Perang Padri. Kisah hidup Michiels heroik sekaligus tragis. Ia disanjung oleh Batavia karena kesuksesannya menumpas perlawanan kaum Padri di Minangkabau. Pasukannyalah yang membumihanguskan Naras bulan Juli 1831 dan memburu pengikut Tuanku Nan Cerdik. Setelah itu karir militer Michiels meroket, yang kemudian membawanya ke kursi Gubernur Sipil dan Militer Sumatras Westkust sejak 29 November 1837. Jabatan itu dipegangnya sampai 1849. Ia dijuuki Sang Garuda oleh para pemujanya. Ada beberapa puisi dan syair yang ditulis oleh orang pribumi dan Belanda yang menyanjung-nyanjung Michiels.
Tapi ungkapan Minangkabau bagak di urang, urang mambunuah berlaku pada Michiels. Ia tewas mengenaskan dalam satu pertempuran di Bali tahun 1849. Dalam pertempuran dalam gelap dinihari, tanggal 26 Mei 1849, di Kasumba, Buleleng, salah satu kaki Michiels hancur kena peluru meriam dari pasukan infanteri Bali asal Klungkung yang dipimpin oleh beberapa bangsawannya yang gagah berani, seperti seperti Anak Agung Ketut Agung, Anak Agung Made Sangging, dan juga seorang panglima wanita yang gagah berani bernama Dewa Anak Agung Istri Kanya (lih. Creese dalam BKI 155.1 (1999:45-96). Dalam Perang Jagaraga itu orang Bali melakukan perlawanan yang heroik. Akibat tembakan meriam lawan itu, kaki Michiels harus diamputasi, tapi ia tak mau. Dalam kondisi kritis ia dibawa ke kapal perang Belanda Etna. Nyawanya tak tertolong: pada jam 11 malam hari itu juga Michiels meninggal di atas kapal itu. Michiels tewas justru setelah Belanda memastikan dapat memenangi Perang Jagaraga (1846-1849) melawan Kerajaan Buleleng yang dipimpin oleh tokohnya yang heroik, Patih Jelantik. Akhirnya perang itu memang dimenangi oleh Belanda, tapi mereka harus membayar mahal dengan nyawa Mayor Jendral A.V. Michiels.
Belum diperoleh keterangan kapan monumen Michiels di Padang ini (di)hancur(kan). Mungkin monumen ini punah karena tanah Minangkabau tak sudi menerimanya.
Tapi ungkapan Minangkabau bagak di urang, urang mambunuah berlaku pada Michiels. Ia tewas mengenaskan dalam satu pertempuran di Bali tahun 1849. Dalam pertempuran dalam gelap dinihari, tanggal 26 Mei 1849, di Kasumba, Buleleng, salah satu kaki Michiels hancur kena peluru meriam dari pasukan infanteri Bali asal Klungkung yang dipimpin oleh beberapa bangsawannya yang gagah berani, seperti seperti Anak Agung Ketut Agung, Anak Agung Made Sangging, dan juga seorang panglima wanita yang gagah berani bernama Dewa Anak Agung Istri Kanya (lih. Creese dalam BKI 155.1 (1999:45-96). Dalam Perang Jagaraga itu orang Bali melakukan perlawanan yang heroik. Akibat tembakan meriam lawan itu, kaki Michiels harus diamputasi, tapi ia tak mau. Dalam kondisi kritis ia dibawa ke kapal perang Belanda Etna. Nyawanya tak tertolong: pada jam 11 malam hari itu juga Michiels meninggal di atas kapal itu. Michiels tewas justru setelah Belanda memastikan dapat memenangi Perang Jagaraga (1846-1849) melawan Kerajaan Buleleng yang dipimpin oleh tokohnya yang heroik, Patih Jelantik. Akhirnya perang itu memang dimenangi oleh Belanda, tapi mereka harus membayar mahal dengan nyawa Mayor Jendral A.V. Michiels.
Belum diperoleh keterangan kapan monumen Michiels di Padang ini (di)hancur(kan). Mungkin monumen ini punah karena tanah Minangkabau tak sudi menerimanya.
sumber:
Suryadi Leiden, Belanda, (Sumber foto: KITLV Leiden).
0 Comments
EmoticonEmoticon