Nagari Batipuah di darek sering disebut dalam banyak dokumen lama tentang Minangkabau. Nagari ini subur, dengan sawah berjenjang dan banyak rumah gadang berpagar rangkiang beririt yang penih dengan gabah bernas. Tanahnya subur: padi masak jagung mengupih, mentimun mengarang bunga.
Di masa Perang Padri Nagari Batipuh juga
memegang peranan penting. Di nagari ini dulu ada benteng peringatan
perang Batipuah (1841) yang dibangun Belanda untuk memperingati
prajuritnya yang tewas terkena ladiang atau peluru bedil
sitengga pasukan Paderi. Tapi perang itu menyebabkan Nagari batipuah
dibagi dua oleh Belanda, dan orang Batipuah yang dikalahkan Belanda
dipaksa membayar pampasan perang sebesar 100.000 gulden.
Foto ukuran 21,9 x 27,8 cm ini dibuat sekitar tahun 1895. Tidak ada informasi siapa mat kodak-nya. “Een groep Minangkabausche vrouwen en meisjes poseert in klederdracht uit Batipuh, Minangkabau, West-Sumatra”,
demikian judul foto ini, yang kurang lebih berarti sekelompok perempuan
dan gadis-gadis berpose dalam pakaian adat di Batipuah, Minangkabau,
Sumatra Barat.
Dalam foto ini kita melihat perbedaan pakaian gadis-gadis dan wanita yang sudah dewasa (berarti yang sudah menikah). Tikuluak wanita dewasanya sangat unik: seperti sebelah gonjong rumah gadang.
Sedangkan yang dipakai oleh gadis-gadis berukuran agak kecil dan lancip
ke atas. Baju dan kain serta asesoris lainnya juga sangat bagus dan
memiliki sentuhan seni yang khas. Apakah gaya pakaian yang rancak
seperti ini masih dilestarikan oleh masyarakat Batipuah? Entahlah. Walau
kini tubuh kaum wanita Batipuah mungkin sudah dililit oleh celana jeans dan baju you can see, kita berharap sesekali mereka masih tampil di lebuh gedang dengan pakaian adat yang anggun seperti ini. Enak dipandang dan lama terkenang dalam hati.
sumber:
Suryadi - Leiden, Belanda (Sumber foto: Tropenmuseum, Amsterdam)
0 Comments
EmoticonEmoticon